Senin, 30 Mei 2016

Sumber Kontaminasi Makanan

Kontaminasi makanan dapat berasal dari bakteri, virus, dan bahan kimia. Penyebab umum terjadinya keracunan makanan disebabkan bakteri Salmonella dan patogen lain dari bahan pangan daging, telur, dan ikan yang terkontaminasi. Berikut beberapa penyebab keracunan makanan dan akibatnya dengan gejala klinis yang terjadi:
Tabel 1. Penyakit, Penyebab, Sumber Kontaminasi, Masa Inkubasi, dan Gejala Klinis Keracunan Makanan
Penyakit Keracunan Pangan
Penyebab
Sumber Kontaminasi
Masa Inkubasi
Gejala Klinis
Salmone-llosis
Spesies Salmonella
(lebih dari 2.500
jenis)
Telur dan daging setengah matang, buah dan sayuran mentah yang terkontaminasi,
susu yang tidak dipasteurisasi serta produk olahan susu lainnya seperti
mentega dan keju
6 - 72 jam (umumnya 12-36 jam)
Diare (seringkali disertai darah), kram, nyeri perut, serta demam yang muncul
2 – 5 hari setelah mengonsumsi
makanan yang terkontaminasi
Sindrom Haemolytic uraemic
E.coli O157:H7; Enterohae-morrhagic E.coli (EHEC)
Mengonsumsi daging cincang mentah atau setengah matang atau produk susu yang tidak dipasteurisasi
3 – 8 hari (umumnya 3 – 4 hari)
Diare akut, kram perut, muntah, dan biasanya jarang disertai demam
Shigellosis
Shigella dysentriae
Mengonsumsi salad, makanan yang disiapkan dan dimasak oleh pemasak dengan tingkat kebersihan rendah
1 – 2 hari
Diare (encer atau disertai darah), demam, kram perut
Campylo-bacteriosis
Campylo-bacter jejuni
Unggas atau daging yang mentah dan setengah matang, produk susu yang belum dipasteurisasi, air yang tidak sehat atau bahan yang terkontaminasi
2 – 5 hari
Diare (sering disertai darah), nyeri perut, demam, sakit kepala, mual, dan/atau muntah
Staphylo-coccal food poisoning
Staphylo-coccus aureus
Salad daging ham, ikan tuna, telur, ayam, kentang, makaroni, roti lapis, susu, olahan roti seperti pai krim
2 – 8 jam
Mual, muntah, kram perut, diare, terkadang disertai sakit kepala dan demam
Keracunan makanan clostridial, sindrom pigbel
Clostridium perfringens
Daging, olahan daging serta saus yang terbuat dari kaldu, sering disebut bakteri dapur karena banyak terjadi kejadian luar biasa akibat sisa makanan tertinggal lama pada suhu ruang
6 – 24 jam
Mual, kram perut, diare, demam, muntah
Listeriosis
Listeria monocyto-genous
Makanan siap santap yang didinginkan seperti sosis, susu yang belum dipasteurisasi, keju, daging mentah atau setengah matang, ikan
3 – 21 hari (bahkan hingga 70 hari, pada kasus tertentu jarang terjadi)
Demam, nyeri otot, mual, diare, sakit kepala, leher kaku, linglung, hilang keseimbangan hingga gemetar
Botulism
Clostridium botulinum
Makanan kaleng produk rumah tangga dengan kandungan asam yang rendah, makanan kaleng komersil yang dikemas kurang layak, ikan yang dikemas dalam kaleng atau yang difermentasikan
12 – 36 jam
Lelah, lesu, vertigo, mulut kering, mata sayu, hingga kesulitan menelan dan berbicara (tidak ada demam atau hilang kesadaran)
Novovirus
Norwalk Virus
Salad, es, buah, makanan siap santap yang terkontaminasi dari pekerja
12 – 48 jam
Diare pada orang dewasa dan muntah pada anak-anak
Sumber: World Health Organization
Menurut BPOM RI, hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya keracunan pangan:
·         Mencuci tangan hingga bersih dengan sabun sebelum dan setelah mengolah pangan
·         Mencuci peralatan dan perlengkapan makan sebelum dan sesudah digunakan
·         Menjaga area dapur atau tempat pengolahan pangan dari serangga dan hewan lainnya
·         Tidak meletakkan makanan matang dan mentah pada wadah yang sama
·         Tidak mengonsumsi pangan yang telah kadaluwarsa
·         Tidak mengonsumsi pangan dalam kaleng yang kalengnya telah rusak
·         Tidak mengonsumsi pangan yang telah berbau dan rasanya tidak enak
·    Tidak memberikan madu pada anak yang berusia dibawah satu tahun untuk mencegah terjadinya keracunan akibat toksin dari bakteri Clostridium botulinum
·         Mengonsumsi air yang telah didihkan atau matang
·     Memasak pangan hingga matang sempurna (proses pemanasan harus dilakukan hingga suhu tengah pangan mencapai suhu aman, yaitu >70°C selama minimal 20 menit)
·         Menyimpan pangan yang cepat rusak dalam lemari pendingin <5°C
·         Tidak membiarkan pangan matang pada suhu ruang >2 jam
·         Mempertahankan suhu pangan matang >60°C sebelum disajikan
·         Menyimpan produk susu, keju, sosis, dan buah dalam lemari pendingin
·         Menyimpan produk olahan beku, seperti naget dan es krim dalam freezer
·    Membersihkan dan mencuci buah dan sayur sebelum digunakan, terutama bila dikonsumsi mentah
·         Tidak membiarkan pangan beku mencair pada suhu ruang



Referensi:
Sentra Informasi Keracunan Nasional, Badan POM RI. 2014. Keracunan Pangan Akibat Bakteri Patogen. http://ik.pom.go.id/v2014/artikel/Keracunan-Pangan-Akibat-Bakteri-Patogen3.pdf 
WHO. Tanpa tahun. Penyakit Akibat Keracunan Makanan. http://www.searo.who.int/indonesia/publications/foodborne_illnesses-id_03272015.pdf 

Jumat, 13 Mei 2016

Hubungan Obesitas dengan Penyakit Kardiovaskular


            Lipid adalah komponen yang terdiri dari lemak dan minyak (trigliserida), fosfolipid, dan sterol. Lipid makanan tersusun atas 95% lemak dan minyak (trigliserida) serta 5% fosfolipid dan sterol. Dalam metabolisme lipid menjadi energi, tubuh memerlukan bantuan glukosa dari karbohidrat. Lemak akan masuk dalam proses metabolisme setelah melewati tahap penyerapan, sehingga bentukan lipid yang memasuki jalur metabolisme lipid dalam bentuk trigliserida (simpanan lemak tubuh). Pada bentuk trigliserida, lemak akan disintesis menjadi asam lemak dan gliserol (Anon., 2013).
            Konsumsi lemak yang dianjurkan sebanyak 25-35% dari energi total. 25-35% lemak terbagi atas tiga bagian lemak, yaitu ± 10% asam lemak jenuh, ± 10% asam lemak tidak jenuh tunggal, dan ± 10% berasal dari asam lemak tidak jenuh ganda. Apabila pengkonsumsian lemak kurang maka persediaan lemak dalam tubuh akan berkurang sehingga tubuh menjadi kurus. Sedangkan pada pengkonsumsian lemak yang berlebih akan menyebabkan kegemukan atau obesitas yang berdampak pada penyumbatan pembuluh darah karena terlalu banyak lemak yang menumpuk di dalam dinding pembuluh darah  (Devi, 2010).
            Obesitas merupakan keadaan tubuh ketika menyimpan lemak yang berlebih dan biasanya ditimbun dalam jaringan subkutan (bawah kulit), sekitar organ tubuh dan terkadang terjadi perluasan ke dalam jaringan organnya.  Obesitas umumnya terjadi karena terlalu banyak makan namun sedikit melakukan aktivitas fisik. Orang obesitas akan mudah terserang berbagai penyakit kardiovaskular (Wahyu, 2012).
            Berdasarkan BBC (British Broadcasting Corporation) News, kegemukan atau obesitas sudah menjadi masalah kesehatan yang serius di dunia dan belum ada  satu negara pun yang dapat mengatasinya. Indonesia menempati urutan ke-10 penderita obesitas terbanyak di dunia, setelah Amerika Serikat, Cina, India, Rusia, Brasil, Meksiko, Mesir, Jerman, dan Pakistan. Data juga menunjukkan bahwa tingkat obesitas wanita lebih tinggi dibandingkan pria di negara berkembang. Sedangkan di negara maju, tingkat obesitas pria lebih tinggi daripada wanita (BBC, 2014).
            Indeks massa tubuh (IMT) merupakan kalkulasi angka dari berat dan tinggi badan seseorang yang dapat mendeteksi apakah seseorang beresiko atau menderita obesitas. IMT dapat dihitung dengan rumus:
 .

IMT
Klasifikasi
< 18.5
Berat badan kurang
18.5 – 22.9
Normal
>23.0
Berat badan lebih
23.0 – 24.9
Beresiko obesitas
>25.0
Obesitas

            Obesitas dapat menyebabkan stres dan penebalan otot jantung, khususnya di ventrikel, bilik jantung besar sebelah kiri yang memompa darah ke seluruh tubuh. Penebalan pada ventrikel menyebabkan terganggunya kardiovaskular (Ignarro, t.thn.). Kardiovaskular adalah penyakit yang menggangu sistem kerja pembuluh darah, seperti jantung, hipertensi, stroke dan penyakit ginjal. Pada sistem kardiovaskular yang normal ditandai dengan proses sirkulasi yang normal, namun apabila sirkulasi terhambat maka akan menimbulkan berbagai penyakit yang berujung kematian (Anon., 2014).
            Pengidap obesitas juga akan beresiko mengalami tekanan darah tinggi (hipertensi) karena penyempitan pembuluh darah akibat timbunan lemak berlebih. Adanya obesitas dan hipertensi ini akan lebih memberatkan kerja jantung sehingga terjadi penebalan dinding bilik jantung yang disertai kurangnya oksigen. Pada keadaan ini akan timbul masalah gagal jantung pada penderita obesitas (Anon., 2009).
            Serangan jantung yang terjadi pada penderita obesitas karena kerja jantung yang berlebihan. Normalnya jantung memompa darah ke seluruh tubuh 60-100 kali per menit, namun pada orang obesitas jantung berusaha memompa lebih sehingga butuh kerja yang lebih kuat (Doctor, 2014).
           
REFERENSI:
Anon., 2009. Kompas. [Online] Available at: http://health.kompas.com/read/2009/12/27/10193555/7.Penyakit.yang.Mengintai.Si.Gemuk 
Anon., 2013. Biologi Sel. [Online] Available at: http://www.biologisel.com/2013/12/metabolisme-lipid.html 
BBC, 2014. BBC (British Broadcasting Corporaton). [Online] Available at: http://www.bbc.co.uk/indonesia/majalah/2014/05/140529_iptek_indonesia_obesitas.shtml 
Devi, N., 2010. Nutrition and Food - Gizi untuk Keluarga. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.
Doctor, T. H., 2014. Hello Doctor. [Online] Available at: https://www.hellodoctor.co.id/bagaimana-kelebihan-berat-badan-dan-obesitas-dapat-merusak-jantung-anda/ 
Ignarro, L., t.thn. Detik.com. [Online]  Available at: http://forum.detik.com/showthread.php?p=11930552
Wahyu, 2012. Obesitas, Semarang: Universitas Muhammadiyah Semarang.
 http://www.who.int/topics/obesity/en/ 

                                                                                                                                                                       

Rabu, 04 Mei 2016

Malnutrisi (Kekurangan Energi dan Protein)


            Makanan merupakan bahan nutrisi yang digunakan tubuh untuk mempertahankan hidup, pertumbuhan dan perbaikan jaringan tubuh. Nutrisi merupakan substansi yang diperoleh dari makanan. Nutrisi terbagi dua yaitu makronutrien dan mikronutrien. Makronutrien adalah zat yang diperlukan tubuh dalam jumlah besar sebagai sumber energi langsung, seperti protein, karbohidrat dan lemak. Sedangkan mikronutrien adalah zat yang diperlukan tubuh dalam jumlah sedikit untuk menjaga kesehatan tubuh, seperti vitamin, air dan  mineral. 
            Kelebihan atau kekurangan sumber energi akan menyebabkan tubuh tidak mendapatkan asupan nutrisi seimbang antara kebutuhan tubuh dan asupan zat gizi atau disebut malnutrisi. Kekurangan energi artinya tubuh kurang karbohidrat dan sebagai penggantinya lemak akan terpakai sehingga protein akan digunakan sebagai sumber energi. Apabila hal ini terus berlanjut akan terjadi keadaan dimana tubuh Kekurangan Energi Protein (KEP).
            Secara klinis, terdapat tiga gejala KEP yaitu marasmus, kwashiorkor, dan marasmik-kwashiorkor. Marasmus terjadi karena pengambilan energi yang tidak cukup. Marasmus  menyebabkan tubuh menjadi kurus karena hilangnya lemak dan otot, wajah menyerupai orang yang sudah tua, kulit kering dan keriput, perubahan mental, diare atau konstipasi, kelainan jantung, hipotensi, frekuensi napas berkurang, serta anemia.
            Sedangkan kwashiorkor terjadi karena pengambilan protein yang tidak tercukupi. Kwashiorkor menyebabkan terganggunya pertumbuhan, perubahan mental, anoreksia, hilangnya nafsu makan, kulit berbintik merah/hitam, hati membesar dan anemia. Sementara gejala marasmik-kwashiorkor merupakan gabungan antara gejala marasmus dan kwashiorkor.
            KEP umumnya menyerang anak-anak balita (<5 tahun) saat kebutuhan energi dan protein yang dibutuhkan sangat tinggi. Di negara tertinggal, 5% anak menderita KEP berat dan 50% menderita KEP sedang. Pada negara berkembang 2% anak menderita KEP berat dan 19% menderita KEP sedang.
            Sebaliknya, jika tubuh kelebihan sumber energi akan disintesis menjadi lemak tubuh, sedangkan lemah yang berlebih tidak terpakai menjadi energi. Akibatnya, terjadi penimbunan lemak dan menyebabkan kegemukan atau obesitas. Obesitas akan menyebabakan berbagai penyakit seperti kardiovaskular.
            Berdasarkan data World Food Programme (WFP) tahun 2013 terdapat 842 juta orang yang kelaparan dan kekurangan gizi. 98% terjadi di negara berkembang. 146 juta diantaranya adalah anak-anak dan hampir 17 juta bayi lahir dengan kondisi kekurangan gizi. Sedangkan penderita obesitas di dunia menurut World Health Organization (WHO), pada tahun 2012 terdapat lebih dari 500 juta orang mengalami obesitas dan 40 juta diantaranya adalah anak-anak (<5 tahun). 
           Pencegahan dan penanganan malnutrisi juga dapat dilakukan dengan mengetahui jumlah energi dan protein yang dibutuhkan tubuh. Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi 2004 bagi orang Indonesia dibutuhkan energi dan protein sebanyak:
Kelompok Umur
Energi (Kkal)
Protein (gram)
Pria
Wanita
Pria
Wanita
0-6 bulan
7-12 bulan
1-3 tahun
4-6 tahun
7-9 tahun
550
650
1000
1550
1800
10
16
25
39
45
10-12 tahun
13-15 tahun
16-18 tahun
19-29 tahun
30-49 tahun
50-64 tahun
>65 tahun

Wanita Hamil
2050
2400
2600
2550
2350
2250
2050
2050
2350
2200
1900
1800
1750
1600

+300
50
60
65
60
60
60
60
50
57
50
50
50
50
50

+17

Referensi
Anon., 2013. Kompas. [Online]  Available at: http://health.kompas.com/read/2013/05/25/09232827/Yuk.Cegah.Malnutrisi.dengan.Asupan.Gizi.Seimbang. [Diakses 13 September 2014].
Devi, N., 2010. Nutrition and Food - Gizi untuk Keluarga. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.
Ikhwan, M., 2010. Prevalensi Jenis Kekurangan Gizi Pada Balita di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam, Medan: Repository Universitas Sumatera Utara.
WFP, 2013. World Food Programme. [Online] Available at: https://www.wfp.org/hunger/who-are
[Diakses 12 September 2014].
WHO, 2014. World Health Organization. [Online] Available at:
         http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs311/en/ [Diakses 12 September 2014].